Cari Blog Ini

Kamis, 22 Desember 2016

Repotnya Memilih Ayam Halal



'Bagaimana cara memilih ayam potong yang halal?'' Seorang ibu bertanya di sebuah majelis taklim kepada Dr Ir Anton Apriyantono, tenaga ahli tim auditor LPPOM MUI. 

Pertanyaan seperti ini kerap muncul di roadshow Anton di kawasan Jabotabek untuk mengampanyekan produk halalan thoyyiban (halal dan baik kualitasnya). ''Masa kami harus membeli ayam hidup-hidup lantas menyembelihnya sendiri, supaya terjamin kehalalannya?'' kata jamaah majelis taklim lainnya. Bagi Anton, pertanyaan seputar ayam itu, cermin ungkapan gundah-gulana para ibu rumah tangga muslim. 

Ayam merupakan salah satu santapan favorit yang banyak dikonsumsi manusia. Tapi untuk mendapatkan ayam yang segar, halal, dan toyyib, di negeri dengan mayoritas penduduk beragama Islam ini, ternyata bukan perkara mudah. Kita kalah oleh Singapura, yang secara tegas memisahkan daging halal dengan mengemasnya pakai plastik. Padahal, di sana muslim kedudukannya minoritas. ''Di Indonesia belum ada peraturan yang memaksa untuk menjaga kehalalan suatu produk. Untuk ini, diperlukan kemauan politik dari pemerintah,'' kata dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB itu. Terbukti, di sini ayam dijual di mana-mana tanpa kontrol yang ketat. Mulai dari pedagang keliling, pasar tradisional, sampai super market. 

''Di Indonesia belum ada peraturan yang memaksa untuk menjaga kehalalan suatu produk. Untuk ini, diperlukan kemauan politik dari pemerintah,'' 

Tapi dari semua itu, tidak ada yang bisa menjamin 100 persen bahwa daging ayam yang ditawarkan telah melalui proses pemotongan yang sesuai syariat Islam. ''Asal-usulnya banyak yang tidak jelas,'' kata Anton. Di sebuah hypermarket sekalipun, Anton pernah menemukan ayam yang sudah dikuliti tapi di lehernya tidak ada tanda-tanda bekas sembelihan. Entah dengan cara apa ayam itu dibunuh. 

Temuan lainnya adalah di sebuah restoran ayam pribumi yang memiliki cabang di banyak tempat. Di sini Anton sampai urung makan karena mendapatkan hidangan ayam yang seperti tidak dipotong secara sempurna. 
''Hanya terdapat goresan kecil pada lehernya,'' kata dia. 

Beberapa waktu lalu, polisi juga sempat mengungkap penjualan ayam duren di daerah Tangerang dan Bogor. Ini adalah istilah untuk ayam bangkai yang mati baik di kandang maupun di perjalanan menuju pasar atau rumah pemotongan hewan (RPH). Bangkai ayam itu mestinya 'dilarung', tapi pemiliknya tak mau rugi. Dengan demikian, demi meraup keuntungan, mereka tega melempar bangkai ayam ke pasaran. Untuk menghilangkan kesan bangkainya, leher ayam itu disembelih. Secara kasat mata, ayam duren itu sulit dikenali. Tapi jika mau sedikit saja teliti, tandanya terdapat bercak-bercak hitam pada bagian tubuhnya. 


Masalah daging ayam ini, banyak sekali variasinya. Anton berani menyimpulkan, tingkat kehalalan ayam potong masuk dalam kategori paling rawan. Contoh lainnya, menurut hasil suvey Dinas Peternakan DKI Jaya, ada pengusaha yang nekad menaburi daging ayam dengan zat pengawet pormalin. Asal tahu saja, pormalin adalah zat kimia berbahaya yang biasa digunakan untuk membalsem jasad manusia supaya tidak membusuk. Jadi, meski pun ayam itu dipotong sesuai syariat Islam dan pada hakikatnya halal, tapi dengan adanya kandungan pormalin, syarat toyyib tidak terpenuhi. ''Beda dengan ayam duren. Ayam berpormalin ini sulit dikenali tanda-tandanya,'' ujar Anton. 

Nah, kembali pada pertanyaan tadi: bagaimana caranya untuk mendapatkan daging ayam yang halalan toyyiban? Anton memberikan tips, yang intinya, teliti sebelum membeli. 
''Jangan ragu-ragu untuk menanyakan kepada penjual tentang kualitas dan kehalalan daging ayam yang akan kita beli,'' katanya. Ada sejumlah produsen ayam potong yang telah mendapat sertifikat halal dari LPPOM MUI. Jualan mereka umumnya bisa ditemui di super market. Yang ini, jaminan kehalalannya bisa dipertanggungjawabkan. Tapi, lihat pula umur sertifikat itu, sebab setiap dua tahun sekali harus diperbarui. 

sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/info-halal/08/12/01/17600-repotnya-memilih-ayam-halal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar